Nikah Beda Agama

Nikah beda agama seringkali menjadi persoalan dan perdebatan di tengah-tengah masyarakat. Tidak sedikit bagi mereka yang menikah beda agama karena ketiadaan ruang akhirnya mereka melangsungkan pernikahannya di luar negeri atau statusnya tidak diakui baik oleh negara atau oleh agama. Namun demikian, seiring dengan perjalanan waktu ternyata makin banyak saja orang-orang yang ingin melangsungkan pernikahan dengan pasangannya yang berbeda secara agama.

Bagi kalangan muslim, perdebatan boleh dan tidak boleh mengenai nikah beda agama terletak pada persoalan apakah pemeluk agama samawy (Yahudi dan Kristen) masih disebut ahlul kitab atau bukan. Kelompok yang menentang berpendapat mereka bukan lagi ahlul kitab sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, kelompok lain berpendapat mereka sampai saat ini tetap sebagai ahlul kitab, sehingga menikahi mereka itu dibolehkan.

Adanya sebagian kalangan yang memandang bahwa telah adanya penyimpangan ajaran di luar agama Islam, bukankah pada masa Nabi Muhammad SAW hal itu juga telah terjadi. Lalu, pertanyaannya, kenapa pada suatu kali Nabi pernah membolehkan sahabatnya untuk menikahi mereka (ahlul kitab). Dengan demikian, pandangan tersebut tentunya tidak bisa dijadikan sebagai alasan kuat untuk melarang nikah beda agama.

Cinta adalah hakekat dan sesuatu yang agung serta bersifat universal yang merupakan manifestasi dari spirit ilahiayah yang harus ditanamkan di muka bumi. Karena itu, cinta tidak bisa dibatasi oleh adanya perbedaan di antara dua insan, baik itu perbedaan suku, agama, warna kulit, harta atau jabatan. Dalam cinta tidak ada belenggu dan yang dipandang dalam cinta adalah sisi kemausiaannya bukan latarbelakangnya.

Tidak ada komentar: